Posted by : Diyon Prayudi Kamis, 09 Juni 2016


Masjid merupakan bangunan cipta karya manusia yang dijadikan sebagai tempat untuk beribadah bagi umat muslim. Masjid merupakan bangunan yang mendapatkan perlakuan khusus karena dianggap sebagai tempat yang bersih, suci, dan juga sebagai simbol umat muslim. Dan di masjid pula lah kegiatan  keagamaan dilaksanakan.
Namun, siapa sangka jika masjid yang seharusnya menjadi tempat kegiatan keagamaan dan dipandang sebagai tempat yang bersih, tempat yang suci dan juga tempat mulia sekali, sekarang ini malah menjadi tempat yang tidak jauh bedanya dengan keadaan pasar yang penuh dengan keramaian serta kegiatan di dalamnya termasuk kegiatan jual-beli di dalamnya.
Kegiatan yang ramai memang selalu saja identik dengan kata ‘pasar’ karena semua orang berasumsi bahwa pasar memang memiliki karakter seperti itu. Namun apa bedanya dengan stasiun dan terminal? Bukankah sama saja? Atau bahkan memang tidak ada bedanya sama sekali. Betul! Sama-sama berisik karena ramai dan kotor tentunya, semua orang menyepakatinya tanpa harus memperdebatkannya lagi, coba saja tanya pada pengguna fasilitas umum tersebut! Pastinya jawaban itu adalah ‘sepakat’ bahwa memang benar pasar, stasiun, terminal selalu berisik karena ramai dan juga kotor.
Masjid Iqomah yang bertempat di Jl. A.H. Nasution No. 105 Cibiru Bandung, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung belakangan ini mengalami fenomena unik dan menarik untuk dibahas, terlebih jika kita berbicara pasar, stasiun dan terminal yang berisik. Lantas apa hubungannya sebuah tempat beribadah dengan fasilitas umum?
Pada dasarnya keempat tempat tersebut memanglah merupakan fasilitas umum yang siapa saja boleh datang untuk beraktivitas. Namun yang menarik dari Masjid Iqomah adalah fenomena unik yang terjadi ketika masjid beralih fungsi menjadi multi fungsi. Sebagaimana mestinya masjid berfungsi sebagai tempat ibadah. Namun bagaimana jika ada kegiatan lain yang dilakukan di masjid tetapi bukan kegiatan keagamaan melainkan kegiatan yang cukup mengganggu dalam proses beribadah. Fenomena unik ini terjadi sekitar satu tahun yang lalu, 2013. Di mana banyak mahasiswa yang melakukan kegiatan diskusi tentang keorganisasian kampus maupun di luar kampus dan bahkan hanya untuk tidur sambil menunggu perkuliahan berikutnya di jam-jam ibadah seperti Djuhur dan Ashar, dan yang lebih menarik lagi adalah banyaknya barang dagangan di teras masjid bak pasar kaget yang berderet tidak teratur.
Hal itu dapat kita temui ketika jam perkuliahan berlangsung tidak sedikit mahasiswa yang melakukan aktivitas tersebut. Mungkin karena jam kuliah yang berbeda-beda antar fakultas atau bahkan antar kelas yang sesama jurusan. Selain itu, Masjid Iqomah di UIN Bandung ini terletak di dalam kampus yang memungkinkan bagi jama’ah selain warga kampus tidak bisa mengerjakan shalat di masjid tersebut karena ketidaktahuan mereka jika didalam kampus terdapat sebuah masjid. Makanya masjid selalu ramai diisi dengan kegiatan-kegiatan mahasiswa. Dan penyimpangan pun terjadi, penyimpangan fungsi menjadi multi fungsi.
Mungkin alasan mereka adalah mencari masjid yang terdekat agar tidak terlalu jauh dan lebih menghemat waktu sambil menunggu jam kuliah berikutnya. Mungkin saja jika masjid terletak di pinggir jalan keadaan seperti ini akan lebih baik atau sebaliknya menjadi lebih buruk. Hal ini disebabkan karena masjid-masjid di sekitar kampus juga mengalami peristiwa yang sama seperti halnya Masjid Kifayatul Ahyar yang menjadi tempat parkir sementara bagi kendaraan mahasiswa bahkan dosen karena kampus sedang diperbaiki dan merupakan tempat yang strategis karena masjid terletak tepat di pinggir jalan dan dekat dengan kampus.
Kejadian yang dialami oleh Masjid Kifayatul Ahyar tidak jauh berbeda dengan Masjid Iqomah yang terletak di dalam kampus. Hal yang membedakan adalah tidak adanya mahasiswa yang menaruh barang dagangan mereka seperti air mineral, donat, gorengan, dan makanan ringan lainnya di Masjid Kifayatul Ahyar. Tetapi tetap saja untuk perkumpulan-perkumpulan organisasi kemahasiswaan selalu merujuk kepada masjid-masjid terdekat di sekitar kampus untuk tempat mereka berkumpul. Mungkin karena alasan tertentu yang membuat masjid-masjid menjadi tempat pavorit bagi mahasiswa UIN Bandung saat ini. Jika berbicara demikian mungkin saja itu menjadi hal yang sewajarnya karena keberadaannya memang dekat dengan kampus yang memungkinkan mahasiswa untuk berjualan demi menambah uang saku mereka atau untuk membantu uang semesteran mereka agar tetap bisa melanjutkan kuliah dan juga mempermudah jaringan keorganisasian karena jarak dengan kampus yang terjangkau.
Tapi, apa yang telah terjadi pada masjid-masjid tersebut ternyata terjadi juga dengan masjid yang letaknya agak jauh dari UIN Bandung yaitu Masjid As-Sira’j di daerah Cipadung Bandung. Masjid As-Sira’j ini berletak tepat di pinggir jalan seperti Masjid Kifayatul Ahyar yang memungkinan jama’ah shalat selain mahasiswa dapat mengerjakan shalat di sini. Masjid ini bersih, rapi dan sangat nyaman dengan keadaan ruangan masjid yang teduh dengan keadaan taman yang agak luas ditambah lagi dengan banyaknya tukang dagang berjualan yang memungkinkan jama’ah sangat betah di sini. Memang benar jika di masjid ini terdapat banyak macam jajanan karena setiap hari jum’at atau ketika menjelang jum’atan tepat didepan Masjid As-Sira’j terdapat toko buku murah yang menjual banyak macam-macam buku, dimulai dari buku keagamaan, buku tentang pendidikan, buku novel dan puisi dan lain sebagainya. Di samping masjid juga banyak tukang dagang yang menggelar barang dagangannya seperti baju, peralatan perkakas, obat-obatan, dan barang dagangan yang berupa makanan.
Kejadian-kejadian semacam ini tentunya tidak hanya terjadi di Masjid Iqomah yang terletak di dalam kampus, Masjid Kifayatul Ahyar yang terletak di pinggir jalan dekat kampus dan Masjid As-Sira’j yang sedikit lebih jauh dari kampus. Tentunya banyak masjid-masjid lainnya yang berada di daerah Bandung dan sekitarnya yang mengalami kejadian seperti itu terutama masjid yang berada di wilayah kampus.

            Seharusnya kebiasaan-kebiasaan yang menuju kepada suatu bentuk kebudayaan yang tidak baik dapat dihindari dengan adanya mawas diri. Tidak salah orang mencari nafkah, melakukan kegiatan sosial dan beroganisasi, namun mereka seharusnya mampu memposisikan diri di mana kegiatan mereka seharusnya dilakukan. Seperti orang berjualanan hendaknya berjualan di luar daerah masjid, karena masih banyak tempat untuk berjualan selain di masjid. Seperti organisasi yang melakukan perkumpulan sebaiknya tidak harus di dalam masjid, karena sebuah organisasi sepatutnya memiliki ruangan untuk keorganisasian mereka sendiri. Seperti kegiatan-kegiatan mahasiswa yang tidur di masjid dan mengerjakan tugas di masjid sebaiknya mereka mengerjakannya di kosan atau rumah mereka masing-masing dan tidak mengganggu aktivitas orang yang hendak beribadah. Dan seharusnya juga masjid-masjid tersebut memiliki aturan yang kuat untuk menghindari kejadian-kejadian tersebut agar fungsi masjid untuk shalat menjadi kembali kepada keadaan yang sebenar-benarnya dan senyaman-nyamannya.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

Blogger templates

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Diyon Prayudi -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -