Posted by : Diyon Prayudi Minggu, 03 Mei 2015

Diyon Prayudi, 1B, 1125030076

1. Some Problems of Definition on Literature!
According to Rene Wellek and Austin Warren in “Literature and Literary Study “ page 15-19 is a some problem on literature is some difficult problems are raised by this relationship the solutions proposed have been various. Some theorists would simply deny that literary study is knowledge and advise the problem is one of how, Intellectually, to deal with art, and literary art specially. Why it can be…? Because the methods developed by the natural science, which need only be transferred to the study of literature.

Usually the other problem is they cannot be dismissed too facilely, and there is, no doubt, a large field in which the two methodologies contact or even overlap. Only a very narrow conception of truth can exclude the achievements of the humanities from the real in of knowledge, but they are nevertheless real and permanent and can, sometime with some modifications easily be resuscitated or renovated, then some problem on literature is the philosophy of history and the theory of knowledge.

2. According to Rene wellek and Austin Warren “ Literature and Literary Study “ page 15 at first paraghraf that Different Literature and Literary Study is a we must first make a dictinction between literature and literary Study the two are distinct activities : one is creative an art, the other, if not precisely a science, is a species of knowledge or of leraning there have been attempts, of cours to abbliterate this distinction, for instance it has been argued that one cannot understand literature unless one writes it. That are cannot and should not study pope without trying his own hand at heroic couplets or an Elizabethan darma without himself writing drama in blank verse yet useful as the experience of literary creation is to him. He must translate his experience of literature into intellectual terms as similiate it to a coherent scheme which must be rational if it is to be knowledge. It maybe true that the subject matter of his study is irrational or at least contains strongly unrational elements : But he will not be therefore in any other position than the historian of painting or the musicologist or, for that matter the sociologist or the anatomist.

3. Different of Literary Theory, Criticism and Survey.
According to Rene Wellek and Austin Warren “ Literature and Literary Study “ page 15 second paraghraf is a some theorists would simply deny that literary study is knowledge and advise with results which to most of us seem futile today – pater’s description of Mona Lisa or the florid passage in Symonds or Symons.

Other theorists draw rather different sceptical conclusions from our contrast between literature and its study : Literature, They argue, cannot be studied at all.
Namun menurut B. Harmanto dalam bukunya “ Metode Pengajaran Sastra “ terbitan Kanisius tahun 1988 halaman 41-42 paragraf pertama mengenai criticism adalah Secara tradisional pengajaran sastra yang di berikan di IKIP maupun Universitas biasanya yang berbentuk kuliah kritik sastra atau kadang di sebut dengan istilah “ Apresiasi Sastra “. Maka tidaklah mengherankan jika ada seorang guru yang belum tamat dari 2 perguruan tinggi dapat mengajar sastra di sekolah menengah, guru harus menyadari bahwa untuk sampai pada taraf kritik sastra masalahnya sudah kompleks dan bahkan dalam beberapa hal malahan controversial.

Menurut buku yang sama dengan tahun terbitan yang sama juga di jelaskan menegenai “ Survey “ yaitu Meski bentuk karya sastra itu bermacam-macam kita dapat melihat aspek umum yang terdapat pada hampir semua bentuk karya sastra itu, dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut  kemudian kita dapat menentukan cara pengkajian yang cocok untuk di terapkan dalam menyajikan materi pelajaran. Prosedur ini bertujuan agar tepat pada pokok permasalahan yang ada.

Hal-hal yang harus di perhatikan yaitu :
·         Pelacakan pendahuluan
·         Penentuan sikap Palatis
·         Introduksi
·         Penyajian
·         Diskusi dan pengukuhan.

4. Fungsi dari Literature.
According to Judith A. Standford on “Literature” fifth edition page 13.
Function of Literature is to begin learning about the language of literature : Fiction, Poetry, Drama or Non-Fiction. As your read make notes is the margin to keep back of your responses to each selection, following each selection are suggestion for writing to develop.

Fungsi literature menurut B. Rahmanto dalam buku “ Metode Pengajaran Sastra “ terbitan kanisius tahun1988 halaman 16-24 adalah             :

1. Memperbaiki Keterampilan berbahasa
Mempelajari sastra berarti akan membentuk siswa berlatih keterampilan membaca dan mungkin di tambah sedikit keterampilan menyimak ( 16 - paragraf pertama ).

2. Meningkatkan Pengetahuan Budaya
Sastra berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan keseluruhannya ( 17 – paragraph pertama ).

3. Mengembangkan Cipta dan Rasa
Dalam hal pengajaran sastra, kecakapan yang perlu di kembangkan adalah kecakapan yang bersifat Indra, Penalaran, Efektif, Sosial serta dapat di tambahkan lagi yang bersifat Religius. Karya sastra yang sebenarnya dapat memberikan peluang-peluang untuk mengembangkan kecakapan-kecakapan yang semacam itu ( 19 – paragraph kedua ).

4. Menunjang Pembentukan Watak
Seorang yang berpendidikan tinggi dapat memiliki berbagai keterampilan melewati seluruh rangkaian pribadi dan mencerap berbagai pengetahuan, namun masih belum merasa puas atas dirinya dan belum merasa berguna penuh bagi sesamanya “ Suatu yang Lebih “ yang biasanya di kenal sebagai “ Kualitas Kpribadian “ perlu terus di kembangkan ( 24 – paragraph pertama ).

5. Unsur-unsur pembentuk karya sastra
Unsur-unsur pembentuk karya sastra tidak luput dari cara dan gaya bahasa karena sastra itu sendiri tercipta dari ungkapan-ungkapan dan bahasa yang semua orang belum tentu mengetahui arti sebenarnya ( ini menurut pendapat saya pribadi ).

Menurut pendapat Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan dalam bukunya “ Pengajaran Gaya Bahasa “ terbitan Angkasa bandung tahun 1985 halaman 5 paragraf kedua tentang pengertian gaya bahasa, sarana retorik klasik ini telah di pergunakan oleh Novelis Cicero dan Suetonius yang memakai figura dalam pengertian bayangan, gambaran, sindiran dan kiasan.

Gaya bahasa adalah bahasa indah yang di pergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang telah umum.

Menurut Rene Wellek dan Austin Warren dalam “ Bahan Mata Kuliah Literary Analysis “  halaman 8-9 adalah :
Ø   Bunyi
Bunyi berperan agar puisi itu merdu, mencapai nilai Estetis dan terutama untuk pendukung arti atau makna tertentu. Klasifikasi unsur bunyi dapat dapat di lihat dari bunyi itu sendiri, perannya sebagai pendukung makna, dari posisi kata dan hubungan antar baris.
Ø   Diksi
Diksi berfungsi sebagai sarana yang menghubungkan pembaca dengan gagasan penyair dan dunia intuisi penyair serta menciptakan kesan hidup dalam puisi, dalam hal ini penyair meiliki ciri khas dalam diksi yang di pilihnya
Ø   Bahasa Kias
Bahasa kias adalah penyimpangan dari pemakaian bahasa yang biasa yang makna katanya atau rangkaian katanya di gunakan dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu.
Ø   Citraan
Yaitu rangkaian kata yang mampu menggugah pengalaman Keindraan.
Ø   Sarana Retorika
Sarana kepuitisan yang berupa muslihat pikiran umtuk memunculkan ketegangan puitis karena pembaca harus memikirkan efek apa yang di timbulkan dan di maksud oleh penyair.
Ø   Wujud Visual
Yaitu tata hubungan dan tata baris
Ø   Makna
Merupakan Wilayah isi puisi yang bisa di pahami setelah pembaca menggunakan unsur-unsur puisi yang mendukungnya.

6. Jelaskan struktur dan analisis ( tema ) puisi di bawah ini :
o   Perarakan Jenazah ( Hartojo Andangdjadja )
o   Shall I Compare Thee To A Summer’s Day ( William Shakespeare )
o   Dewa Telah Mati ( Subagyo Sastrowardoyo )
o   She Walks In Beauty ( Lord Byron )
o   To The Virgin, To Make Much Time ( Robert Horricks )
v  Perarakan Jenazah karya Hartojo Andangdjaja menceritakan tentang kematian, perbedaan kehidupan setelah kematian yaitu antara rumah tumpangan dan ( Dunia ) dan alam kubur yang gelap dengan kesepian. Dalam karya ini memiliki struktur berupa pesan kepada yang masih hidup agar lebih baik lagi karena masih mempunyai kesempatan untuk lebih baik.

Dalam karya ini juga memiliki gaya bahasa yang bagus seperti “ Metafora “, “ Personifikasi “ dan juga terdapat isotopi – isotopi juga seperti “ Tempat, Harapan, Kematian dan juga Kesedihan “
v  Shall I Compare Thee To A Summer’s Day karya William Shakepeare menceritakan tentang Seseorang pria yang mencintai dan mengagumi wanita yang indah sehingga dia membandingkannya dengan musim panas, namun di dunia tidaklah abadi, adakalanya keburukannya juga seseorang itu juga seperti halnya musim panas yang dapat menyusahkan manusia atau makhkuk hidup jika kemarau berkepanjangan.
Dalam kisah ini karena sudah terlanjur kagum dan terlanjur mencintai keburukan yang adapun dianggapnya seperti tak ada. Struktur yang ada dari cerita ini yaitu berupa kekaguman dan ketulusan seseorang, kemudian gaya bahasa yang di gunakan lumayan sulit karena bertolak belakang dengan apa yang di bandingkan yaitu manusia dengan musim panas, selain itu dalam kisah ini terdapat isotopi-isotopi seperti “ Keindahan, Harapan, Kepercayaan, dan Tempat “. Dalam hal ini pengarang mengajak pembaca untuk berimajinatif lagi karena menggunakan bahasa yang tinggi dan sulit.
v  Dewa Telah Mati karya Subagyo Sastrowardoyo Menceritakan tentang suatu kepercayaan ketika masih ada seseorang atau keyakinan yang di anggap sebagai contoh untuk melakukan suatu kebajikan, namun ketika beriringnya waktu keaykinan atau kepercayaan tersebut kian hilang seperti di sebutkan “ Tidak ada lagi penguasa di rawa-rawa ini “.
Maksiat datang, orang-orang di muka bumi hanya bersenang-senang di penuhi kebusukan dan berpesta foya karena mereka kehilangan  suatu kepercayaan yaitu kepercayaan bahwa penguasa itu ada dan selalu dekat dengan mereka. Di dalam cerita ini terdapat beberapa isotopi yaitu “ Kepercayaan, Harapan, Tempat dan Waktu “, dan hal yang menarik dari karya ini sang penulis atau penyair menggunakan bahasa perbandingan yang dapat membuat pembaca berimajinatif yaitu mengenai hamba dan sang penguasa itu sendiri.
v  She Walks In Beauty karya Lord Byron menceritakan tentang wanita yang berjalan pada kegelapan malam seperti cahaya yang menerangi kegelapan karena kecantikannya dan keindahannya tersebut.  Seseorang lelaki yang mendambakan wanita sehingga dia membayangkan wanita yang di kagumi itu sperti halnya keindahan berjalan di malam hari dengan cahaya dan kecantikannya itu.
Dalam puisi ini sang penyair menggunakan gaya bahasa yang hampir sama dengan “ Shall I Compare Thee To A Summer’s Day “ yaitu sama – sama berceritakan tentang seorang pria yang mengagumi keindahan dan kecantikan wanita yang membandingkannya dengan keadaan alam yang mengandung arti yang sama juga.
v  To The Virgins. To Make Much Time karya Robert Horricks menceritakan tentang suatu nilai kehidupan yang ada dalam kehidupan bahwa kelak akan ada kehidupan akhirat yaitu mengenai surga dan neraka, dalam cerita ini juga penyair berpesan kepada pembaca agar memanfaatkan masa mudanya untuk kebaikan untuk membina dirinya agar kelak dia aka memetik hasilnya yang berupa kebaikan di akhirat yaitu (Surga).
Dalam cerita ini juga di bahas tentang keindahan surga atau akhirat betapa indahnya bagi yang mendapatkan karena kebaikannya dan juga penyair berpesan agar anak muda memanfaatkan waktunya dengan sebaik-baiknya, kemudian isotopi-isotopi pembangunnya adalah “ Tempat, Harapan Waktu dan Agama “. Dan penyair menggunakan bahasa yang mudah di pahami dalam karya ini karena di awal di jelaskan tentang memetik hasil yang merujuk kepada surga.

7. The elementary of The short story like ( Setting, Plot, Point of View, Theme ) in story “ Gerhana “ and “ Nasib Seorang Pendengar Setia “.

”Gerhana”
Kisah ini berawal karena kematian Sali dan kemudian istrinya menceritakan kepada orang yang menanyakan dan atang kepadanya ketika menengok Sali.
  Dalam kisah ini adapun tokoh-tokoh yang berperan adalah :
1.      Sali
2.      Isteri Sali
3.      Tetangga Sali
4.      Pak Lurah
5.      Juru tulis kecamatan
6.      Pak Polisi

Kemudian alur ceritanya adalah “ Plash Back “ karena istei Sali yang menceitakan dan latar dalam kisah ini terjadi di “ Pekarangan rumah Sali dan kantor lurah, kecamatan, dan juga kantor polisi “.
Dalam cerita ini juga kaitan judul gerhana dengan kisah yang sebenanya adalah karena Sali memiliki hati yang luar biasa pada sesuatu yang mungkin biasa bagi seseorang tetapi tidak baginya dan pada akhirnya Sali yang menanggung akibatnya, karena keluarbiasaannya inilah di beri judul gerhana dan juga Sali meiliki karakter seperti gerhana. Sudut pandang dalam kisah ini yaitu “ Orang ketiga Tunggal “. Dan memiliki gaya bahasa seperti “ Hiperbola, Metafora, dan Personifikasi “.

Kesimpulan dari kisah ini adalah menceritakan Sali yang memiliki hati yang luarbiasa pada sesuatu yang orang lain anggap biasa. Kejadian ini awal mula terjadi di pekarangan rumahnya kemudian melanjut ke kantor kelurahan, kecamatan dan kantor polisi. Kisah ini berjalan mundur yaitu setelah kematian Sali dan maju sampai pada poses sebab-akibat kenapa dan apa yang tejadi pada suaminya itu ( Sali ). Dan isi dari karya ini adalah tentang kebesaran hati seseorang yang luar biasa terhadap suatu masalah yang kecil tetapi dia ingin mencari kebenaran dan keadilan dari apa yang di pertahankannya itu hingga pada akhirnya Sali meninggal karena penyakit darah tingginya itu.

“ Nasib Seorang Pendengar Setia “
Awal kisah cerita karena Darsono tertekan, gelisah, dan jenuh. Kemudian tokoh-tokoh dari kisah ini adalah :
1.      Darsono
2.      Imaluddin
3.      Dokter
4.      Isteri Darsono

Cerita ini beralurkan ”Plash Back” atau mengulang karena Darsono menceritakan kejadian yang dia alami kepada Dokter, kemudian beralurkan maju dan klimaks dan kemudian mundur lagi yaitu ketika Imaluddin masuk Rumah Sakit. Kejadian kisah ini di “Rumah Sakit, Kantor dan Rumah Darsono “.
Sarana cerita yaitu dari Darsono sendiri karena dia yang menceritakan dan judul kisah ini cocok karena sebab-akibat sebagai orang yang menjadi tampungan keluh kesah orang lain. Kisah ini memiliki sudut pandang “ Orang pertama tunggal dan orang kedua tunggal “. Gaya bahasa yang di gunakan “ Metafora “.

Kesimpulan cerita Darsono yang merasa bosan, jenuh dan gelisah karena harus selalu mendengarkan lelucon yang tidak lagi lucu dari bosnya maka dia menjadi menderita dan karena penderitaannya akhirnya di memberanikan diri untuk lepas dari lelucon Imaluddin yang tidak lucu lagi bahkan sangat membosankan.

Dan pada cerita awalnya Darsono yang sakit karena menahan gelisahnya itu di lanjut setelah Darsono sembuh malah Imaluddin yang sakit dan ini yang menarik karena cerita maju mundur dan dinamis.

Referensi

§  “Literature and Literary Study “ Chapter one page 15-19, Rene Wellek and Austin Warren.
§  “Literature and Literary Study” Chapter one page 15-first paraghaf, Rene Wellek and Austin Warren.
§  “Literature and Literary Study” Chapter one page 15, Rene Wellek and Austin Warren.
§  “Metode Pengajaran Sastra” Kanisius tahun 1988, B.Rahmanto.
§  “Metode Pengajaran Sastra” Kanisius tahun 1988, B.Rahmanto hal : 16-24.
§  “Literature” Fifth Edition, Judith A. Standford page 13.
§  “Pengajaran Gaya Bahasa” Angkasa-bandung tahun 1985 hal : 5.
§  “Pengajaran Gaya Bahasa” Angkasa-bandung tahun 1985.
§  “Pengantar Sosiologi Sastra” Cetakan 1 tahun1994, hal : 17, 61-65.
§  “Bahan Mata Kuliah Literary Analysis” Rene Wellek and Austin Warren hal : 8-9.
§  “Bahan Materi Soft file” Introduction To Literarry Analysis.
§  Fotocopy “Gerhana” hal : 144-150.

§  “Nasib Seorang Pendengar Setia”, Jujur Prananto, hal : 33-41.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

Blogger templates

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Diyon Prayudi -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -