Posted by : Diyon Prayudi Selasa, 18 November 2014

Non-fiksi
oleh
Sandal Jepit

Masihkah ingat ketika era Soeharto? Masih ingat kejadian di tahun 1998? Ada apa dengan era tersebut dan mengapa harus di tahun 1998? Ada pergerakan! Revolusi demi perubahan. Teringat seorang penulis novel yang bercerita tentang pengalaman sekumpulan anak manusia mendaki 'Mahameru' bersama sahabat-sahabat terbaiknya yang diberi judul '5cm'. Dalam novel itu sedikit diceritakan tentang revolusi mahasiswa di mana Soeharto dilengserkan oleh kejayaan dan persatuan mahasiswa hingga lahirnya 'Orde Baru' dan sebuah 'Demokrasi' bercerita hingga saat ini.

Namun, apakah hanya sebatas itu saja? Apakah ada yang lain selain era yang menorehkan sebuah sejarah? Apakah hanya itu saja? Tidak, kupikir tidak! Masih di tahun 1998, di mana aku dan keluarga begitu kelaparan dan kurang makan. Rakyat miskin mati melarat, penguasa semakin keparat! Tidak, bukan itu yang ingin kusampaikan! Apa menariknya dengan sebuah politik? Politik hanya sebuah senjata perang di mana hanya ada kata 'Kalah atau Menang' saja.

Ini lebih berharga ketimbang berceloteh politik yang berkamuflase. Sebuah keluarga kecil yang bertahan hidup karena para penguasa. Di mana ayah mencari beberapa ranting kayu di perkebunan milik tetangga. Kakak yang gemar menanam pohon di sekitar rumah. Adik yang selalu merengek meminta jajan untuk membeli gulali, dan akhirnya tidak jadi karena ayah dan ibu yang tidak memiliki uang se-peserpun. Dan seorang ibu yang tabah dan pandai memasak.
Dalam kesehariannya kakak gemar menanam pohon. Ditanamnya beberapa pohon seperti pohon pepaya, cabai, tomat, bawang, dan merawat pohon melinjo peninggalan kakek tercinta. Ayah dan ibu tidak bekerja karena mereka tidak memiliki ijazah, wajar saja karena mereka tidak tamat bersekolah. Sedangkan adik? Adik bisa apa karena ia masih berumur 3 tahun!

Makanan tetangga bisa jadi lebih enak. Mungkin mereka masih memiliki beberapa potong daging ayam, dan buah-buahan segar sebagai penutup. Namun, kami tidak meminta dan mengemis. Setidaknya meminta pun, kami sudah tahu jawaban mereka. Kami lebih memilih bertahan dan berdiri sendiri. Setidaknya kami punya 'Tuhan' yang telah memberi kami makan untuk hidup!

Setiap pagi dan sore kakak memetik buah pepaya mentah dan beberapa daun melinjo muda serta buahnya. Ayah mecari beberapa ranting untuk dapur. Ibu memetik buah tomat dan cabai sebagai penyedap, juga memetik beberapa daun kedondong untuk pelengkap. Sedangkan adik bermain riang gembira bersama teman-temannya di bawah pohon asem milik tetangga dan ketika pulang dibawanya beberapa buah asem yang telah jatuh.


Kemudian, ibu yang tabah dan penyabar itu meraciknya menjadi beberapa mangkuk untuk kami sekeluarga. Terus dan seperti itulah keluarga kecil itu bertahan hanya untuk hidup. Setidaknya mereka masih memiliki 'Tuhan' dan 'Alam' yang mengajarkan mereka apa arti dari sebuah kehidupan. Apa yang disebut dengan saling berbagi dan menghargai. Dan apa yang disebut sebagai 'Kebahagiaan'.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

Blogger templates

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Diyon Prayudi -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -