- Back to Home »
- Cerpen »
- Dunia Binatang
Posted by : Diyon Prayudi
Kamis, 10 Juli 2014
Dunia
Binatang
oleh
Sandal
Jepit Edisi Ramadhan
Cerita ini adalah
fiktif yang disadur dari kultum shalat tarawih malam ke 13 oleh H. Didih
Kasmara di Masjid Baiturrahman.
“Yah, ayah.. ini mau
diapakan makanan untuk ayam-ayam kita?” tanya anak pak Hamid.
“Simpan saja di atas
kandang ayam itu nak! Mari bantu ayah mengurus bebek-bebek yang sudah bertelur
karena sebentar lagi tengkulak akan datang. Dan telur-telur ini akan
diambilnya” ajak pak Hamid kepada anaknya yang masih berumur 5 tahun.
“Baik yah, namun bagaimana
dengan pakan ayam ini? Kasihan nanti ayam-ayam kita mati kelaparan!” sahutnya.
“Tidak akan mati
kelaparan? Walau ditinggal seharian? Wah berarti ayam-ayam kita hebat kan yah..
buktinya mereka mampu bertahan dalam rasa lapar, aku saja yang tidak sarapan
merasa pusing ketika di sekolah” sahutnya lagi.
Setelah mendengar
perkataan anaknya yang baru belajar di taman kanak-kanak pak Hamid tersenyum.
“Ayo bantu ayah!
Setelah ini kita akan beri makan ayam-ayam dan kemudian kita bersihkan kandang
kelinci, sudah dua minggu kandang kelincinya tidak dibersihkan nak!” ajak pak
Hamid.
“Baik yah..” Furqon
begitu semangat.
Mereka berdua
mengumpulkan telur bebek dan menghitungnya sebelum tengkulak datang. Ada
sekitar 50 butir telur bebek yang terkumpul hari ini. Dan pak Hamid hendak
menjualnya sebesar Rp.2.000,- per butirnya.
“Nak, kemari sini..”
ajak pak Hamid.
“Iyah yah... ada apa?”
tanyanya.
“Ini kan kita mempunyai
50 butir telur bebek dari hasil yang kita kumpulkan bersama, Ayah ingin menjual
per butirnya sebesar Rp.2000,- kira-kira kita akan dapat uang berapa nak?”
tanya kepada Furqon.
“Lima puluh... berarti
limanya ada sepuluhkan yah?”
“Iyah betul”
“Kalo limanya ada
sepuluh, berarti Rp.2000,- dikali lima sama dengan Rp.10.000,-“ jawabnya sambil
menjentrak jentrikan jemarinya.
“Betul... jadi kalo
lima puluh jumlah uangnya berapa?”
“Nah... kan limanya ada
sepuluh kan yah.. berarti uang sepuluh ribunya Furqon kalikan sepuluh lagi dong
yah...??” jawabnya semangat.
“Iyah bener... anak
ayah pintar!!”
“Jadi sepuluh ribu
dikali sepuluh... sepuluh dikali sepuluh sama dengan seratus, soalnya nol nya
dua, benerkan yah??” tanyanya lagi.
“Iyah betul... jadi
seratus berapa? Sisa angka nol nya ada tiga ya...”
“Kan sepuluh ribu...
Furqon sudah kalikan sepuluh kali sepuluh, jadi sisa nol nya ada tiga... kalau
nol nya ada tiga kata ibu guru di sekolah berarti seribu.. jadi... seratus
seribu dong yah..” jawabnya.
“Wih, anak ayah memang
hebat berhitungnya... tapi bukan begitu menyebutkannya”
“Lalu bagaimana yah?”
“Seratus... seribu,
jadi seratus ribu...” jawab pak Hamid.
“Oh, jadi seratus ribu
yah... se nya dihilangin...” jawabnya polos.
“Hahahaha!” pak Hamid
tertawa melihat tingkah anaknya.
Beberapa menit kemudian
tengkulak datang dan memborong semua telur bebek hasil panen pak Hamid.
Kemudian pak Hamid mengajak Furqon membersihkan kandang kelinci.
“Yah.. ayah.. kenapa
sih kita harus membersihkan kandang kelinci?”
“Kan biar kandangnya
bersih nak!” jawab pak Hamid.
“Kan cuma binatang
yah... capek ah kalo membersihkan kandang kelinci, bauu!!” sahut Furqon.
“Eiitss, jangan
begitu... kelinci juga kan ciptaan Tuhan, ciptaan Allah SWT, dan juga
peliharaan Furqon juga kan, jadi kamu harus belajar bertanggung jawab!”
“Iya, yah... tapi kan
males bersihin kandangnya, bauu!”
“Makanya kita harus
rajin membersihkan... kalau tidak semakin bau kandangnya, kalau kelincinya
nanti mati bagaimana? Jangan menyesal ya.. ayah tidak akan membelikan kelinci
lagi!” sahut pak Hamid.
“Jangan yah! Jangan.!!”
“Iya deh.. aku bersihin kandangnya”
“Nah, gitu dong! Baru
anak ayah...”
Setelah beberapa menit
dan kemudian mereka selesai membersihkan kandang kelinci, terdengarlah suara
adzan dari masjid Baiturrahman yang berada tidak jauh dari rumah mereka.
“Ayo! Cepat kita shalat
nak!” ajak pak Hamid.
“Yah, ayah... kenapa
sih kita harus shalat??” tanyanya.
“Kita sebagai manusia
yang beriman dan beragama islam, shalat merupakan kewajiban kita sebagai
manusia yang menyembah Allah, dan shalat merupakan tiang agama, kalau shalat
kita jelek maka akan jelek semua amal ibadah kita, kalau shalat kita bagus maka
bagus semua amal ibadah kita, karena itulah shalat merupakan keharusan bagi
kita manusia yang dianugerahi Allah berupa akal dan pikiran” jelas pak Hamid.
“Oh... jadi begitu
yah... tapi kok kelinci tidak shalat juga yah? Kan kelinci juga pintar sekali
yah, buktinya kemarin Furqon kejar-kejar dia bisa lari cepat dan bersembunyi di
lubang yang dibuatnya, lubangnya besar lagi yah...” tanyanya lagi.
“Iyah kelinci memang
bisa berlari cepat dengan cara melompat-lompat dan juga pandai dalam membuat
lubang untuk sarangnya, namun kelinci itu menggunakan insting atau naluri
binatang yang sama juga dianugerahi Allah, tapi tidak seperti kita manusia
karena manusia memiliki akal dan pikiran dan kita sebagai manusia mempergunakan
akal dan pikiran itu dalam kehidupan sehari-hari, buktinya tadi Furqon bisa
berhitung kan? Berbeda dengan kelinci yang tidak berakal dan menggunakan
akalnya seperti Furqon lakukan... makanya kelinci tidak shalat” jelas pak Hamid
dengan semangat kepada anaknya.
“Oh.. jadi binatang itu
tidak harus shalat dong yah...??”
“Iyah nak, ayo kita
segera bersih-bersih dan shalat!”
“Berarti teman-teman
ayah Furqon sama seperti kelinci dong yah...??”
“Maksudnya??” dalam
hati pak Hamid bingung.
“Iyah... kemarin waktu
Furqon main ke rumah teman Furqon seharian... waktu adzan Djuhur berkumandang
sampai terdengar suara adzan Ashar, tetapi ayahnya malah asyik bermain kartu
dengan teman-temannya, berarti ayahnya temanku tidak shalat dong yah... jadi
sama dong seperti kelinci peliharaan aku yang tidak shalat” jelasnya begitu
polos.
“Iyah... makanya Furqon
harus shalat! Jangan seperti kelinci peliharaan Furqon! Ayo kita shalat!” ajak
pak Hamid.
“Eh, yah bentar dulu
yah...!” sahut Furqon.
“Kenapa lagi nak? Ini
sudah jam setengah satu siang, kita harus menyegerakan shalat karena shalat
tidak boleh ditunda-tunda, sama saja melalaikan shalat dan orang-orang yang
lalai dalam shalatnya akan celaka kelak di hari akhir” tegas pak Hamid.
“Furqon ingat sama
ayam-ayam kita yah... nanti kalau mati bagaimana? Furqon yang berpuasa setengah
hari saja suka pusing-pusing dan lemas banget...” jelas Furqon.
“Tenang nak! Ayam-ayam
kita tidak akan mati, lagian ayam-ayam kan tidak berpuasa seperti Furqon jadi
setelah shalat kita bisa segera memberinya makan kapan saja”
“Tapi kenapa yah ayam
tidak berpuasa? Kan ayam juga ciptaan Allah kan yah??” tanyanya.
“Iyah, betul ayam
ciptaan Allah sama seperti kita, namun seperti yang sudah ayah katakan soal
kelinci peliharaan kamu tadi, kalau binatang tidak menggunakan akal dan pikiran
tetapi insting hewan yang mereka gunakan”
“Oh... jadi sama saja
ya yah??” “Berarti kakak-kakak besar yang di depan gang itu sama saja ayam dong
yah??” tanyanya lagi.
“Memangnya kenapa
dengan kakak-kakak yang di depan gang nak?” tanya pak Hamid.
“Iya yah... waktu bulan
puasa kemarin kan aku disuruh mamah membeli gula di warung engkong Jiun... dan
aku melihat banyak kakak-kakak besar duduk di dekat warung sambil bermain
catur, di situ ada banyaaaak sekali kopi dan makanan ringan, dan mereka
meminumnya juga memakannya yah...”
“Kok Furqon bisa bilang
seperti itu nak?” tanya pak Hamid heran.
“Iyah... kan kata ayah
yang tidak berpuasa itu ayam, ayam kan binatang juga yah...” jelasnya singkat.
Pak Hamid tersenyum
melihat tingkah anaknya yang baru berusia 5 tahun, namun begitu cerdas dalam
berpikir. Pak Hamid bertekad untuk merawat, menjaga dan mendidik anaknya supaya
menjadi anak yang saleh, berbakti kepada orangtua, negara dan agama. Dan
kemudian pak Hamid bersama Furqon melaksanakan perintah Allah SWT yaitu shalat
Djuhur berjama’ah. Dan setelah itu mereka melanjutkan pekerjaannya merawat
binatang-binatang peliharaan mereka.
00.00 – 01.00
11 Juli 2014