- Back to Home »
- Cerpen »
- Mawar dan Sajak dalam Bus
Posted by : Diyon Prayudi
Rabu, 30 April 2014
62 bangku berwarna biru
Mawar dan sajak
Aku cinta Dia,
‘makasih
yah, bunga mawar dan sajaknya’ balas pesan singkat untuk sang Pujangga, mesra
dari senyum hangat Bunga yang cantik. ‘iyah, kamu baiknya istrahat dan tidur
sekarang, waktu sudah larut malam, sampai bertemu di alam mimpi yang
mempertemukan cinta kita yang sedang merindu’ balas singkat sang Pujangga
kepada Bunganya.
Beberapa
minggu terakhir aku telah menyibukan diri untuk berpaling dari rasa sakit.
Entah berapa hari proses itu masih kurasakan dalam hati. Sakit yang sering aku
alami dan memang sudah biasa terjadi. Kejadiannya ketika dirinya mulai sibuk
dengan tugas kuliah dan acuh tak acuh kepadaku. Setiap hari aku selalu
memperhatikannya, mengabarinya bahwa aku ada untuknya. Setidaknya dari pesan
singkat hanya untuk menanyakan keadaan dan berucap kangen dalam pesan.
Memang
begitulah kebiasaanku. Begitulah cara aku mencintainya. Cintaku tidak selalu
berucap kata sayang, romantis dan dipertontonkan kepada siapa saja yang
kebetulan melihat kami. Cintaku hanya cukup tersimpan di dalam hati.
Memikirkannya, mengamatinya, memperhatikannya, tahu keadaannya, sedang apa dia,
lagi dimana dia, atau apa saja yang aku ingin ketahui tentangnya. Memang
kesannya penakut dan kurang romantis. Namun, beginilah cara aku mencintainya.
Meskipun demikian aku tetap hancur dibuatnya.
Bagaimana
tidak? Jika aku yang begitu sangat mencintainya selalu mendapatkan acuh tak
acuh dari perlakuannya. Balas pesan singkat jarang. Telpon juga jarang karena
memang tidak mencukupi pulsanya. Hal yang paling mendasar dan bahkan aku sangat
hafal dengan kelakuannya adalah ketika pesan singkat yang aku kirim tak kunjung
mendapatkan balasan darinya. Analisis pertama adalah dia tidak ada pulsa,
sedangkan analisis yang kedua adalah dia tidak mau bicara denganku. Mungkin
karena sifat aku yang sedikit egois untuk mendapatkan perhatiannya, seperti
yang aku mau, bukan apa yang ia mau.
Padahal
semua wanita itu memiliki cara mereka masing-masing untuk memberikan
perhatiannya kepada orang yang mereka sayangi. Memang tidak terlihat atau
bahkan memang tidak mau diperlihatkan. Tapi aku merasakannya betapa rindu yang
ia berikan kepadaku ketika aku mulai sibuk dan tidak memperhatikannya lagi.
Inilah awalnya ketika aku merasakan betapa merindunya ketika jarak memisahkan,
waktu menjadi musuh antara rindu dan dusta.
Kegiatan
ini menyibukanku. Persiapan yang cukup menguras semua tenaga dan pikiranku.
Semuanya terbelah menjadi dua, tiga, atau lebih. Bahkan cinta dan rinduku
kepadanya menjadi terbelah saat kewajiban dan keinginan harus menjadi prioritas
yang utama. Bagaimana lagi jika aku menjadi salah satu orang yang di percaya
untuk mengemban tugas yang berat ini. Tugas menyelesaikan suatu acara yang
sempat tertunda enam bulan lamanya. Acara dimana aku harus membagi cinta dengan
tugasku. Acara pagelaran yang menjadi pembicaraan hangat bersama teman-temanku.
Awalnya
aku hanya berdua dengan temanku untuk menyusun konsep acara hingga matang.
Semuanya kami lakukan berdua dengan semangat. Semuanya pun berjalan teratur dan
sebagaimana mestinya. Mungkin inilah enaknya kerja dengan kuantitas yang
sedikit tetapi kualitas yang bagus. Buat apa kauntitas tapi semuanya berantakan
lebih baik kita berdua semuanya berjalan. Itulah konsep awal dari kami mengenai
acara yang akan kami adakan.
Seminggu,
dua minggu, tiga minggu persiapan acara hampir terkendali semua. Dimulai dari
konsep awal hingga seminggu sebelum hari pelaksanaan semua berjalan mulus tanpa
adanya hambatan. Hingga pada suatu hari, ketika acara terhitung tiga hari lagi
konflik bermunculan. Begitulah nasib orang yang mempunyai niat baik. Selalu
dipandang buruk dan berkesan kurang baik. Banyak bermunculan pendapat dan
cemooh mengenai konsep acara yang kami buat bersama. Alih-alih ingin berbuat
baik malah nestapa yang kami dapatkan.
Tiga
hari bukanlah waktu yang singkat untuk merubah konsep yang sudah matang. Itulah
keinginan mereka para penentang kebaikan. Beginilah kami pusing dibuatnya.
Semakin sibuk saja aku dan sahabat seperjuanganku. Hari demi hari lelah
menyertai hingga menjelang hari esok masalah masih belum dapat terpecahkan. Terpaksa
kami harus menyelesaikan masalah ini dengan secepatnya. Setelah rapat dalam waktu
dua jam permasalahan akhirnya menemukan titik terang dan sebuah solusi. Syukur
hari esok acara akan tetap berjalan.
Memang
bulan-bulan ini begitu banyak kegiatan yang harus kami selesaikan sebagai
mahasiswa. Termasuk kegiatan ini yang akhirnya telah terlaksana dengan baik.
Konsep yang sederhana akhirnya memberi kesan yang tidak sederhana. Apalagi
ketika aku duduk bersamanya sesaat sebelum acara selesai. Kesibukanku yang
hampir memalingkan cintaku kini telah kembali saat bersamanya. Duduk
bersebelahan dan mengobrol dengan gembira. Seperti biasa hatiku selalu berdebar
kala disampingnya. Rasanya waktu ingin aku hentikan agar tidak cepat berlalu.
Akhirnya
aku mampu mengatakan sesuatu yang sangat ingin aku katakan langsung kepadanya.
“Makasih kamu sudah menjadi penyemangat dalam hidup aku, akhirnya acara ini
selesai sudah, makasih banyak yah” begitulah kata-kataku kepadanya saat duduk
bersama. Namun rasa sayangku pun tidak berhenti sampai situ saja. Rasa itu
muncul perlahan ketika ia menjawab ucapanku “Iyah, sama-sama. Kamu harus tetap
kuat dan bersemangat dari diri kamu sendiri, bukan karena aku, kamu harus
semangat”. Memang berbeda dengan Bunga lainnya. Aku tidak akan menyesal karena
telah mencintainya.
Saat
itu kutemukan cinta kembali setelah kesibukan panjangku. Minggu demi minggu
hilang dalam bayangnya. Kini terobati sesaat ketika rindu duduk bersama.
Berharap esok waktu akan bersahabat menemani hariku untuk bersamanya dan berada
disampingnya. Namun semua itu hanya keinginan sesaat karena dua minggu ke depan
akan adanya study tour dari salah satu matakuliah. Demi cinta rasanya aku tak
ingin ikut campur dalam bentuk urusan apapun hingga aku tetap bersamanya,
berada disampingnya, menggenggam tanganya, ada untuknya.
Aku
merasa senang ketika mendengar ada rekan-rekanku yang menanganinya. Karena dua
hari setelah acara pagelaran aku terserang pemyakit lambung dan mala rindu yang
begitu dalam. Selama dua hari aku terkapar dalam sebuah kamar dengan kesunyian.
Semua orang sibuk denga urusannya masing-masing dan aku masih sibuk
memikirkannya, sedang apa dia disana ataukah ia juga memikirkan hal yang sama
denganku.
Masa
sakit itu kini telah membaik. Keadaan pisikku juga sedikit membaik. Jadwal
acara jalan-jalan juga sejauh ini terdengar baik. Hingga seminggu sebelum hari
pemberangkatan akhirnya aku tidak sengaja menjadi pengurus acara untuk kesekian
kalinya. Memang awalnya tidak memiliki niat untuk terlalu ikut campur dengan
acara itu. Namun, kepercayaan rekan-rekan semua yang membuat aku menjadi
bersemangat. Dalam kepengurusan sebelumnya ternyata semua itu tidaklah berjalan
baik karena masih ada hal-hal kecil yang belum terselesaikan. Akhirnya aku
memutuskan untuk menanganinya lagi dengan bantuan mereka semua. Sebelum
melakukan semua itu hanya satu yang aku pikirkan “kesibukan ini akan membuat
aku lebih jauh lagi dari cintaku”.
Yah,
begitulah. Selama satu minggu penuh aku sibuk kembali dengan urusan baruku.
Dalam waktu seminggu aku berpaling dari cintaku dan fokus terhadap pekerjaanku.
Ingin sekali aku melihatnya dengan waktu yang lama. Ingin sekali aku bersamanya
walau hanya untuk sesaat. Namun, pekerjaanku belum selesai untuk bisa
beristirahat. Hingga hitungan jam pemberangkatan aku masih sibuk dengan
semuanya. Bahkan aku sibuk untuk tidak memikirkannya.
Nanti
malam kami akan berangkat dengan menggunakan empat bus. Dalam sela-sela
kesibukanku aku mencoba untuk berbagi pikiran sekedar mengingat senyumnya.
Rasanya rasa kangen ini yang membuatku lebih bersemangat. Entah apa yang ada
dalam pikiranku. Teringat sesuatu yang sangat ia sukai. Tentang kucing, cokelat
dan bunga mawar merah. Aku bukanlah lelaki yang romantis. Namun, apa yang
membuatku menjadi seperti ini. Kubeli setangkai mawar dan aku bungkusnya dengan
kertas kado. Di dalamnya aku selipkan spucuk surat berisikan sajak rinduku
kepadanya menandakan betapa aku sangat mencintainya.
Semua
pekerjaanku akhirnya selesai dan kejutanku untuknya juga telah selesai. Aku
titipkan bungkusan kejutan itu kepada temanku dan aku mulai sibuk mengatur
untuk pemberangkatan kami. Seperti yang aku perkirakan semua ini akan sulit,
bahkan untuk membalas pesan singkatnya pun aku tak sempat. Singkat waktu
berlalu kini semuanya telah siap. Sambil menunggu beberapa orang yang
melengkapi perlengkapannya aku mencoba untuk menenangkan jiwa. Karena jantungku
semakin berdebar kencang.
Sekali
lagi aku tak tahu apa yang terjadi. Kini aku berdiri tepat dimana ia duduk
dengan senyum manisnya. Aku ragu, aku takut, badanku bergetar dan hatiku rapuh.
Kuambil bungkusan yang telah diberikan temanku sebelumnya. Aku berjalan kembali
menuju arahnya dan kemudian aku kembali berdiri tepat disampingnya. Aku
bukanlah lelaki romantis. Ini kali pertama aku memperlakukan gadis begitu
spesial. Mungkin karena aku mencintainya, sangat-sangat mencintainya. Mungkin
juga karena aku merindunya, merindu karena kesibukanku yang membuat aku
terpisah oleh senyumnya.
“Ini
buat kamu” gugup aku berkata. “Apa? Puisi yah?” jawabnya sambil tersenyum.
“Buka saja, oh iyah pelan-pelan bukanya” tegas aku agar ia mau membukanya.
Dalam pikirku ia tidak akan mau menerimanya. Namun, dalam sekejap saja ia
membuka bungkusan itu dengan perlahan. Perlahan sekali dan begitu hati-hati.
Wajahnya begitu cantik dan ia membukanya sambil tersenyum sesekali melihatku.
Aku semakin gemetar dan gugup ketika ia melihat isi dalam bungkusan itu.
“Mawar” begitulah ucapnya sambil berterimakasih kepadaku dengan senyum
manisnya. “Iyah, sama-sama” ucap aku karena gugup.
Aku
melihat cinta dalam bola matanya. Aku melihat rindu dalam diriku. Aku begitu
gugup dan gemetar saat aku menatap matanya. Baru kali ini aku memberikan mawar
untuk orang yang aku sayangi. Aku mencintainya, begitu mencintainya. Mungkinkah
mawar itu akan mati karena mawar yang kuberikan adalah mawar hidup, tetapi
cintaku tidak akan mati karena cintaku akan selalu hidup, dalam dirinya dan
juga dalam tekadku. Begitulah aku melihat cinta di antara kita dalam sebuah bus,
62 bangku berwarna biru, mawar dan sajak aku cinta dia.
Semua
kesibukanku akhirnya tebayar penuh oleh senyum manisnya setelah menerima mawar
dan sajakku. Kini cinta semakin tumbuh dan bersemi dalam hatiku dan kuharap
juga pada hatinya. Semuanya terasa lengkap ketika dalam perjalanan kami ia
begitu perhatian kepadaku. Tidak seperti sebelumnya yang acuh tak acuh dan jauh
dariku. Begitulah cinta, terkadang rindu saat jauh dan malu ketika bertemu.
Begitulah cinta, cintaku lengkap ketika perjalanan ini berakhir dan ku ucapkan
mimpi indah dalam tidurnya. Begitulah cinta, cinta dalam mawar dan sajakku
untuknya. Begitulah mawar dan sajak dalam bus yang tidak akan aku lupakan. Hari
ini adalah hari yang begitu berarti bagi hidupku. Hari yang merupakan hari
bersejarah bagiku karena aku telah menjadi orang yang romantis dan puitis.
Tidak seperti aku yang cuek dan kurang perhatian kepadanya, walaupun aku
mencintainya. Begitulah cinta, mampu merubah segalanya. Terimakasih malam,
terimakasih Tuhan, terimakasih cinta.