- Back to Home »
- Essay »
- Sosial Budaya: Konsep dan Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan
Posted by : Diyon Prayudi
Sabtu, 14 Mei 2016
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Manusia adalah ciptaan tuhan yang paling sempurna akal dan
pikirannya. Manusia juga memiliki ciri-ciri fisik yang sempurna dibandingkan
dengan makhluk tuhan yang lain. Manusia adalah makhluk yang penuh dengan
dinamika. Ia dapat berubah karena suatu peristiwa dalam hidupnya. Tetapi ia
dapat pula menjadi keras kepala dengan apa yang dipercayainya. Dengan adanya
pegangan hidup yang kuat, manusia tidak akan mudah terusik keadaan yang bisa
membuatnya celaka dan menderita. Ia menjadi lebih realistis terhadap hidupnya
tanpa perlu mengganggu hak orang lain.
Manusia memiliki dua unsur,
yaitu jasmani danr ohani. Dua unsur tersebut adalah unsur
yang berbeda namun harus tetap dipenuhi. Manusia merupakan bagian terbesar dari
masyarakat secara umum, sehingga secara umum juga menentukan keadaan suatu
masyarakat. Namun nilai-nilai yang terkandung dan dianut oleh masyarakat pada umumnya
tidak dimiliki oleh para pelaku kejahatan. Pelaku kejahatan di masyarakat memang
memiliki alasan atas perilakuny atersebut.
Disisi
lain banyak para filosofis menganggap para pelaku kejahatan sebagai biang keladi terjadinya
berbagai bentuk tindakan kriminalitas di dunia. Negara hancur karena banyaknya
pelaku kejahatan yang setelah mereka melakukan kriminaliatas dan dimasukan ke
Lembaga Permasyaratan akan mereka akan kembali melakukan hal yang sama.
Lembaga Permasyarakatan
adalah sebuah wadah dimana para pelaku kriminal dikumpulkan untuk diberi pengarahan
dan motivasi yang diharapkan dapat memberikan hal positif kepada para narapidana.
Selain
itu, diberi siraman rohani agar
narapidana membekali pengetahuan agama yang lebih banyak ketika keluar dari Lembaga Permsyarakatan.
B.
Rumusan Masalah
Mengacu pada uraian latar
belakang masalah tersebut yang telah penulis kemukakan diatas, kami membuat
beberapa rumusan masalah, yaitu :
1. Bagaiman konsep sistem pemasyarakatan?
2.
Unsur apa saja yang dapat mempengaruhi pembinaan para narapidana?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Konsep Sistem Lembaga Pemasyarakatan
Sistem Pemasyarakatan bagi publik
lebih identik dengan “penjara” atau pembinaan oleh Lembaga Pemasyarakatan.
Dalam kenyataannya, tugas pokok dan fungsi Sistem Pemasyarakatan juga mencakup
pelayanan terhadap tahanan, perawatan terhadap barang sitaan, pengamanan, serta
pembimbingan terhadap warga binaan pemasyarakatan dan masyarakat lainnya. Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP / Lapas) adalah tempat untuk melakukan
pembinaan terhadap narapidana di Indonesia.
Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut di sebut dengan
istilah penjara.
Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit
Pelaksana Teknis di bawah Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Pemasyarakatan dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan
terhadap para pelanggar hukum yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial
atau pulihnya kesatuan hubungan antara Warga Binaan Pemasyarakatan dengan
masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya Sistem Pemasyarakatan mulai
dilaksanakan sejak tahun 1964 dengan ditopang oleh UU No 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan. UU Pemasyarakatan itu menguatkan usaha-usaha untuk mewujudkan
suatu sistem Pemasyarakatan yang merupakan tatanan pembinaan bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan. Dengan mengacu pada pemikiran itu, mantan Menteri Hukum dan HAM
Hamid Awaludin mengatakan bahwa pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan
yang dilakukan oleh negara kepada para narapidana dan tahanan untuk menjadi
manusia yang menyadari kesalahannya. Selanjutnya pembinaan diharapkan agar
mereka mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah
dilakukannya. Kegiatan di dalam LP bukan sekedar untuk menghukum atau menjaga
narapidana tetapi mencakup proses pembinaan agar warga binaan menyadari
kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah
dilakukan.
Lembaga Pemasyarakatan merupakan suatu sistem sosial,
Wallace dan Wolf (1986:11) menyatakan bahwa dalam menganalisis sistem sosial,
fungsionalisme memandang tiga unsur ; a)
hubungan antar bagian dalam sistem b)adanya bagian-bagian yang seimbang dan
saling menunjang , c)adanya cara atau metode agar seluruh sistem dapat
terorganisir dengan baik. Teori rehabilitasi dan reintegrasi sosial
mengembangkan beberapa program kebijakan pembinaan narapidana sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Program
kebijakan itu meliputi :
1. Asimilasi
Dalam asimilasi dikemas berbagai macam program
pembinaan yang salah satunya adalah pemberian latihan kerja dan produksi kepada
narapidana.
2. Reintegrasi Sosial
Dalam integrasi sosial dikembangkan dua macam
bentuk program pembinaan, yaitu pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas.
a). Pembebasan bersyarat adalah pemberian
pembebasan dengan beberapa syarat kepada narapidana yang telah menjalani pidana
selama dua pertiga dari masa pidananya, di mana dua pertiga ini
sekurang-kurangnya adalah selama sembilan bulan.
b). Cuti menjelang bebas adalah pemberian cuti
kepada narapidana yang telah menjalani dua pertiga masa pidanannya, di mana masa
dua pertiga itu sekurang- kurangnya sembilan bulan.
Pembinaan narapidana yang dilakukan di lembaga
pemasyarakatan merupakan akibat perubahan sistem hukuman di Indonesia, yaitu
dari sistem penjara ke sistem pemasyarakatan. Perubahan sistem hukuman ini didasarkan
pada upaya meningkatkan perlindungan hak asasi manusia (the protection of
fundamental rights), kepribadian bangsa Indonesia yang berjiwa pancasila, dan
perkembangan ilmu sosial dan psikologi. Dalam sistemp peradilan pidana, lembaga
pemasyarakatan berperan dalam memulihkan kesatuan hubungan sosial (reintegrasi
sosial) warga binaan ke dalam masyarakat, khususnya masyarakat di tempat
tinggal asal mereka melalui suatu proses (proses pemasyarakatan/ pembinaan)
yang melibatkan unsur unsur atau elemen-elemen, petugas pemasyarakatan,
narapidana dan masyarakat”. Lembaga Pemasyarakatan adalah salah satu sub sistem
dalam Sistem Peradilan Pidana bertugas melakukan pembinaan bagi narapidana
sesuai dengan falsafah pemidanaan yang terkandung dalam sistem pemasyarakatan
bahwa narapidana adalah orang yang tersesat dan masih mempunyai kesempatan
untuk bertobat memperbaiki kesalahannya. Hambatan lembaga pemasyarakatan dalam
mencapai tujuan sistem peradilan pidana yakni dalam pelaksanaannya,
penyelenggaraan sistem peradilan pidana bersifat fragmentatif dan cenderung
berjalan berdasarkan fungsinya masing-masing sehingga mempengaruhi tercapainya
tujuan sistem peradilan pidana. Ada kecenderungan pemahaman dari masing-masing
susbsistem bahwa keberhasilan mereka diukur dari bagaimana mereka menjalankan
fungsi dan tugasnya tanpa memperhatikan bagaimana subsistem yang lain
menjalankan tugasnya. Sistem material dan lingkungannya pun perlu diperhatikan.
a.
Sistem Material
Sistem material didalam
perencanaan Lembaga Pemasyarakatan haruslah memadai pembentukan karakter para
warga bina akan terkendali jika hal ini, sistem materi yang bersifat keras
merupakan faktor penunjang keberhasilan pembentukan karakter para warga bina itu
sendiri.
b.
Kondisi Lingkungan yang
Memadai.
Kondisi lingkungan yang
kondusif merupakan elemen penting yang perlu diperhatikan. Sebaik apapun sistem
materialnya jika lingkungan tidak kondusif maka sulit rasanya untuk membangun
sesatu yang diharapkan.
Sistem personal dalam Lembaga Pemsyarakatan mebcakup pada
faktor pembina dan dan faktor yang dibina. Untuk mencapai sebuah tujuan yang
diharapkan, para pembina dituntut harus mampu d mempengaruhi, mengubah dan
memperbaiki perilaku para warga binaan melalui interaksi sosial yang sesuai
dengan tujuan. Dan faktor yang di bina (warga binaan) memerlukan kemauan yang
tinggi untuk memperbaiki diri, dan tidak hanya menyerahkan hal ini kepada si
pembina. Mereka harus belajar secara serius dengan cara memperhatikan,
memahami, dan menerima segala sesuatu yang dilakukan secara terus menerus.
Beberapa kekuatan yang diperukan dan
dapat memotivasi individu, kelompok, dan organisasi, dalam upaaya mengubah
mereka yaitu :
a.
Kemauan untuk menerima
pertolongan
b.
Hasrat untuk meningkatkan atau
memperbaiki keadaan.
c.
Menyakini bahwa perubahan merupakan
kemungkinan.
d.
Pembebasan dari kegelisahan.
e.
Adanya respon untuk memaksakan
diri.
f.
Adanya toleransi pada orang
lain ( Pincus 1972:151).
B.
Pendekatan dalam Mebina
Narapidana.
Seperti yang telah diketahui
bahwa pembangunan nasional di Indonesia mempunyai
tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, dan merata secara materiil dan spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Pembangunan di era reformasi telah dilaksanakan oleh
pemerintah dengan mengikutsertakan seluruh
lapisan masyarakat, oleh karena itu agar pelaksanaan pembangunan di Indonesia
dapat berjalan dengan lancar, harus diselamatkan dari gangguan para penjahat
agar masyarakat merasa aman dan tenteram. Membicarakan kejahatan dapat
dikatakan sebagai gejolak sosial yang tidak berdiri sendiri, tetapi terkait
juga dengan masalah budaya dan politik. Oleh karena itu kejahatan tidak mungkin
dibasmi secara tuntas, akan tetapi dapat dilakukan pengendalian agar kejahatan
tidak merajalela. Narapidana bukan hanya sebagai objek melainkan juga subjek
yang tidak berbeda dari manusia lainnya, yang sewaktu-waktu dapat melakukan
kesalahan dan dapat dikenai pidana, sehingga yang harus diberantas adalah
faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan
dengan hukum, kesusilaan, agama atau kewajiban-kewajiban sosial lain.
a.
Pendekatan sosiologis.
Secara
teoritis, pembahasan yang berkaitan dengan proses pembinaan narapidana dapat
dilihat dari Pendidikan Sosiologis pendekatan sosiologis digunakan untuk mengkaji komponen masyarakat,
khususnya narapidana dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembinaan selama
menjalani masa tahanan dalam pemasyarakatan, selain itu juga melihat fakta di
lapangan berupa tindakan hukum dan suasana lingkungan lembaga pemasyarakata,
kemudian menemukan masalah, dilanjutkan
dengan identifikasi masalah sehingga pada akhirnya menuju pada penyelesaian
masalah..
b. Pendekatan agama
Maksud pendekatan disini adalah
agama Islam, yaitu suatu pendekatan berdasarkan Al-Qur’an dan al-Hadits yang
dikhususkan pada aspek ketawakalan. Kita mengetahui bahwa aspek-aspek kejahatan
yang dilakukan oleh para kriminal bukan tanpa alasan, mereka mencari kepuasan
dalam kehidupan baik itu materi atau
apapun yang menjadi perspektif para krimanal sendiri. Selain hal itu, sudah
sangat dipastikan bahwa faktor ketawakalan mereka lah yang menentukan tindakan
kriminalitas. Dalam konteks inilah mereka perlu mengetahui makna tawakal itu
sendiri, karena dengan tawakal tindakan kriminalitas setidaknya dapat diminimalisir.
Al Ghazalli (2008:380) menjelaskan bahwa tawakal adalah bergantung kepada Allah
dalam segala urusan. Dari segi bahasa, tawakal berasal dari kata ‘tawakala’
yang memiliki arti; menyerahkan, mempercayakan, dan mewakilhkan (Munawir
1984:1687).
·
Tawakal dalam Alqur’an
Al-Qur’an sangat menaruh perhatian
terhadap permasalahan tawakal ini. Sehingga kita jumpai cukup banyak ayat-ayat
yang secara langsung menggunakan kata yang berasal dari kata tawakal. Jika
disimpulkan ayat-ayat tersebut mencakup tema berikut:
1. Tawakal merupakan perintah Allah SWT.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an (QS. 8 : 61)
وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Lihat juga QS.11:123, 25:58, 26:217, 27:79, 33:3, 33:48,
Allah berfirman dalam Al-Qur’an (QS. 8 : 61)
وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Lihat juga QS.11:123, 25:58, 26:217, 27:79, 33:3, 33:48,
2. Larangan bertawakal selain kepada Allah
(menjadikan selain Allah sebagai penolong)
Allah berfirman (QS. 17:2)
وَآتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ أَلاَّ تَتَّخِذُوا مِنْ دُونِي وَكِيلاً
Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): "Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku,
Allah berfirman (QS. 17:2)
وَآتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ أَلاَّ تَتَّخِذُوا مِنْ دُونِي وَكِيلاً
Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): "Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku,
·
Cara Meningkatkan Ketawakalan
Tawakal sangat erat
kaitannya dengan iman. Orang yang bertawakal kepada Allah menunjukkan orang
tersebut beriman kepada Allah, sebab dalam bertawakal dia mewakilkan dirinya
kepada Allah yang berarti mempercayakan apapun dalam bentuk kepasrahan kepada
Allah. Tawakal berarti menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan (Munawir,
1984: 1687). Al-Ghazali (2008:380) menjelaskan bahwa tawakal adalah bergantung
kepada Allah dalam segala urusan. Al-Qaradhawi (2010:32) menyatakan bahwa ruh
Tawakal adalah sikap menyerahkan segala urusannya kepada Allah setelah berusaha
semaksimal mungkin. Dengan demikian, orang yang berusaha meningkatkan
ketawakalan otomatis dengan sendirinya dia meningkatkan keimanan. Makin
meningkat ketawakalan seseorang maka makin meningkat pula keimanan orang
tersebut.Dalam ajaran tasawuf tawakal adalah suatu posisi (maqam) dalam
rangkaian tingkatan seseorang yang sedang berusaha dengan cara tertentu
(tarekat) untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Al-Ghazali mengurutkan maqam
dimulai dengan tobat diikuti sabar dan selanjutnya syukur. Setelah syukur
terdapat istilah lain yang kurang dikenal masyarakat umum hingga akhirnya
sampai pada tingkatan tawakal. Tobat yang dilakukan haruslah tobat yang
sebenarnya sesuai perintah Tuhan. Allah berfirman; wahai orang-orang beriman,
bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurnimurninya (QS Al-Tahrim,
66:8). Tobat yang benar adalah tobat yang dimulai dengan penyesalan atas
perbuatan yang telah dilakukan. Setelah adanya penyesalan dilanjutkan dengan
berdoa untuk memohon ampunan Tuhan terhadap kesalahan yang telah dilakukan. Q.S
3:193; Ya Tuhan Kami, ampunilah bagi Kami dosa-dosa Kami dan hapuskanlah dari
Kami kesalahan-kesalahan Kami, dan wafatkanlah Kami beserta orang-orang yang
banyak berbakti. Kemudian berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan dosa di masa
yang akan datang. Janji yang dilakukan harus diikuti dengan adanya niat yang
kuat untuk berbuat baik. Sabar, dalam hal ini, dilakukan dalam berusaha untuk
mencapai sesuatu tujuan. Tujuan tersebut haruslah dimulai dengan niat yang baik
dan cara yang baik. Sikap sabar yaitu tidak adanya rasa putus asa dalam
melaksanakan suatu pekerjaan yang sedang dikerjakan. Salah satu ukuran
kesabaran adalah sebagaimana yang dilakukan oleh siti hajar ketika beliau
mencari air untuk memberi minum anaknya. Siti Hajar bolak balik sebanyak tujuh
kali dari bukit sofa ke bukit marwa. Kejadian ini dapat dijadikan contoh atau
prototipe suatu kesabaran, bahwa kita harus terus berusaha untuk mencapai
sesuatu tanpa mengenal lelah.
Syukur adalah menyadari
bahwa tidak ada yang memberi kenikmatan kecuali Allah (AlGhazali, 2008;332).
Ekspresi syukur merupakan ungkapan rasa terimakasih karena telah mendapatkan
sesuatu yang diharapkan. Pertanyaannya bagaimana cara supaya kita selalu
bersyukur? Orang tidak akan pernah bersyukur jika selalu menuntut melebihi apa
yang diberikan Tuhan. Karena itu jika seseorang selalu menginginkan lebih dari
yang diberikan Tuhan dia akan selalu mengeluh dan tidak pernah merasa cukup
(qanaah) terhadap anugerah yang diberikan Tuhan. Seharusnya jika seseorang sudah
berusaha dengan baik diikuti dengan doa yang baik, apapun hasilnya tetaplah
selalu bersyukur. Disinilah perlunya manusia memiliki kepasrahan dan bergantung
kepada Tuhan setelah berusaha maksimal. Jika seseorang pasrah penuh pada Tuhan
maka orang tersebut akan selalu bersyukur kepada Tuhan, apapun hasilnya dari
suatu usaha yang dilakukan, karena dia tidak menunutut melebihi yang diberikan
Tuhan. Dia menerima apapun takdir Tuhan kepadanya. Jika secara teoritis upaya
meningkatkan ketawakalan melalui beberapa tahapan sudah terbentuk maka
selanjutnya adalah cara menerapkannya kepada para narapidana supaya mereka
memiliki jiwa ketawakalan. Untuk mencapai hal tersebut, dalam penerapan di
lapangan, supaya dapat membuat narapidana memiliki jiwa ketawakalan, ada
beberapa tahapan. Pertama dengan membagikan buku saku (doa) kepada narapidana
untuk dibaca dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam ibadah ritual ataupun
ibadah sosial. Kedua, dengan cara memberikan ceramah Tanya jawab. Isi ceramah
yang disampaikan didasarkan pada tingkatan dan cara untuk mencapai tawakal, dengan
lima tema yang telah disiarkan.
·
Ciri-Ciri Tawakal
a.
Selalu berdo’a kepada Allah
b.
Memiliki niat untuk beramal shaleh
c.
Bekerja keras mencari nafkah dengan usaha sendiri.
d.
Menolang dan membantu sesama
e.
Menyerahkan segala urusan kepada Allah
BAB III
KESIMPULAN
Sistem pemasyarakatan bertujuan
mengembalikan narapidana kedalam lingkungan masyarakat sebagai warga yang
baik.. Pelaksanaan kegiatan kerja dilaksanakan dengan membaurkan narapidana
dengan lingkungan masyarakat. Kegiatan pembinaan diupayakan dengan memberikan
kesempatan yang luas bagi masyarakat dalam pembinaan (metode community based
corrections). Hal ini terlihat melalui pelaksanaan program pembinaan serta
adanya pembinaan dengan metode community based corrections yang dapat diterima
dengan baik dan memberikan manfaat kepada narapidana. Lembaga pemasyarakatan
perlu berbenah diri mengenai sistemnya.
DAFTAR PUSTAKA
Nurulaen,
Yuyun. 2012. Lembaga Pemasyarakatan Masalah & Solusi, Bandung :
Penerbit Marja.
Irmayana,
Catherine. (2009). “Upaya Lembaga Pemasyarakatan dalam Mencegah Narapidana
Melarikan Diri”, Available : http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/123456789/20483/1/Upaya-Lembaga-Pemasyarakatan-Dalam-Mencegah-Narapidana-Melarikan-Diri-%3A-studi-di-Lembaga-Pemasyarakatan-Klas-I-Lowokwaru-Malang.pdf
. ( 27-2-2013)
Nurulaen,
Yuyun. (2011). “Model Pengembangan Pembinaan Ketawakalan sebagai Upaya Mengubah
Perilaku Narapidana”, Available : http://jurnal.upi.edu/file/13-Yuyun_Nurulaen-EDIT.pdf
. ( 27-2-2013)